Lampung Timur - Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Lampung Timur didampingi Sekretaris menegaskan, oknum yang terlibat dalam perdamaian kasus pelecehan seksual terhadap anak merupakan pelaku kejahatan kemanusiaan. Dalam perdamaian yang mengabaikan pidananya, orang tua korban ataupun perangkat Pemerintah baik sipil maupun Militer, juga termasuk pelaku kejahatan kemanusiaan, sedangkan pelakunya dapat dikenakan pasal berlapis, seperti yang dilansir oleh Tim Media ini
Dalam kasus tindak pidana kekerasan/pelecehan seksual terhadap anak tidak bisa didamaikan sehingga mengabaikan substansi pidana. “baik perangkat Desa ataupun Kepala Desa (Kades) atau siapapun termasuk lembaga anak, tidak bisa menjembatani perdamaian. Para pelaku dapat dikenakan pasal berlapis jika tetap melakukan perihal tersebut,” kata Kak Rini sapaan Ketua LPAI Lampung Timur. Selasa (11/5/2021).
Disampaikan Rini, tidak jarang ditemukan keluarga korban tidak melaporkan kasus pelecehan seksual terhadap anaknya. Hal itu mungkin dikarenakan keterbatasan pengetahuan, keberanian dan kemampuan, namun lembaga anak sebagai mitra dapat melakukan. orang yang melihat atau lembaga penggiat perlindungan anak dapat melaporkannya.
“Perdamaian secara kekeluargaan itu urusan mereka, tapi substansi pidana tidak boleh hilang’, tegas Rini.
Lebih jauh Ketua LPAI Lampung Timur ini menyebutkan, dalam kasus kejahatan seksual terhadap anak, sepanjang sudah ada dua alat bukti, maka tidak ada alasan harus ada laporan. Tidak ada alasan penanganan kasus kejahatan seksual terhadap anak tertunda karena saksi atau bukti.
“Pasalnya, kasus pelecehan seksual jangan dipahami karena penetrasi saja akan tetapi dengan alat, ciuman, resmen (pelecehan) juga termasuk kejahatan seksual terhadap anak. Itu sudah dapat diproses dalam sistem undang-undang peradilan anak,” kata Kak Rini.
Lalu apa hukuman bagi para pemangsa anak dibawah umur tersebut?.
Dalam Undang-Undang Nomor.35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan, Pasal 76D: Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain“.
Dari pasal 76D tersebut dijelaskan bahwa pelaku pencabulan adalah orang yang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain. Sementara dalam Pasal 76E: Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul”.
Untuk ancaman pidana terhadap kasus pencabulan termaktub dalam pasal 81 yang berbunyi sebagai berikut: Setiap orang yang melangggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Orang Tua, Wali, pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bahkan bisa dikebiri.
“Nah, bagi para pelaku pencabulan dan kekerasan terhadap anak akan mendapatkan ancaman pidana penjara paling lama lima belas tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar. Sementara jika pelakunya adalah orang tua, wali, pengasuh anak, pendidik, atau tenaga kependidikan maka ancaman pidananya ditambah sepertiganya,” Imbuh Rini.(Tim)